Pages

Minggu, 05 Desember 2010

Lubang Ozon

Tambal Lubang Ozon Perparah Pemanasan Global
Lubang pada lapisan ozon sedikit demi sedikit berhasil ditambal berkat kegigihan para pembuat kebijakan yang sangat peduli akan nasib Bumi. Namun dalam laporan terbaru,
disebutkan bahwa upaya penambalan lubang ozon justru berkontribusi terhadap percepatan proses pemanasan global. Times of India, Rabu 27 Januari 2010, kehadiran lubang pada ozon berdampak pada pembentukan awan basah yang warnanya lebih terang dari awan biasa yang melindungi kawasan Antartika, dan disebabkan emisi gas rumah kaca dua dekade lalu. "Pemulihan untuk menambal lubang tersebut akan berdampak kebalikannya. Pada dasarnya hal ini akan mempercepat proses pemanasan di belahan bumi bagian selatan," kata ahli atmosfer dari University of Leeds, Ken Carslaw. Lubang pada lapisan ozon ditemukan di angkasa wilayah Antartika pada pertengahan 1980. Temuan ini langsung menuai peringatan yang meluas secara global. Pasalnya, ozon memainkan peranan penting dalam melindungi kehidupan Bumi dari efek radiasi ultraviolet yang merusak. Chlorofluorocarbons, bahan kimia pada lemari pendingin dan kaleng penyemprot aerosol dituding sebagai biang keladi kerusakan ozon. Di bawah protokol internasional pada 1987, berbagai negara serentak melarang penggunaan bahan tersebut guna memperbaiki lubang ozon di wilayah Antartika. Peneliti lainnya, Judith Perlwitz dari University of Colorado menyebutkan, meski lapisan ozon berangsur pulih, emisi gas rumah kaca diperkirakan akan terus berkembang dan kian meluas. Dia memprediksi bahwa peningkatan temperatur akan menyebabkan kecepatan angin turut meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini berdampak sama dengan efek pembentukan awan yang dimiliki lubang ozon saat ini. "Masa depan Bumi tidak hanya ditentukan oleh perbaikan lubang ozon. Tapi perlu diperhatikan juga bahwa kita semakin meningkatkan penggunaan gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan kecepatan angin dari tahun ke tahun," tandasnya.

Selengkapnya...

Hujan asam

Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.

Selengkapnya...

Minggu, 07 November 2010

Sampah Organik

BILA kita menengok pasar-pasar tradisional di Indonesia sangat menjijikkan. Bau sampah yang sebagian besar sisa-sisa kotoran sayur-mayur menumpuk begitu saja di pojok-pojok pasar. Namun, siapa sangka dari sanalah muncul ide cemerlang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka menemukan sumber energi baru berbahan baku sampah dari pasar-pasar tradisional tersebut.

Hal itu sebagaimana ditujukkan dalam hasil karya Workshop Himatek Departemen Teknik Kimia ITB dan Pusat Penelitian Energi ITB (PPE) yang ikut pameran di Gen-E Entreprenuership Expo 2002 minggu lalu di Bandung.

Kedua karya mahasiswa ITB itu bisa menjadi solusi mengurangi beban masyarakat, sebagai sumber energi alternatif, karena harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik. Selain itu, karya mereka juga bisa menyelamatkan lingkungan.

Selama ini sudah wajar bila orang tidak betah berlama-lama berada di lingkungan pasar tradisional. Pasalnya, sampah menggunung dengan bau yang sangat menusuk hidung, merupakan pemandangan yang tidak terpisahkan dari lingkungan pasar tradisional. Tumpukan sampah busuk itu pun telah mengundang dan membuat lalat-lalat betah di sana.

Tumpukan sampah menggunung tersebut sangat menjijikkan. Selain itu, sampah tersebut berperan mencemari lingkungan sekitarnya. Yang jelas sampah-sampah yang lembab, busuk, dan sarang lalat akan turut berperan menebarkan berbagai penyakit di sekitarnya.

Namun tampaknya di mata para mahasiswa ini, tumpukan sampah yang menjijikkan itu bisa diubah menjadi hal yang sangat bermanfaat. Sisa sayuran, buah busuk, kulit buah-buahan, dan dedaunan sekilas adalah onggokkan yang harus dijauhi. Tetapi, justru didekati oleh para mahasiswa, bahkan mereka mengaduk-aduknya agar bisa menjadi barang bermanfaat.

Riesta, mahasiswi ITB, menjelaskan tentang pemanfaatan sampah-sampah organik itu. Caranya, jelas dia, mudah, sederhana, dan murah, yaitu dengan menyediakan tangki tertutup atau tempat dari plastik yang bisa menyimpan sampah-sampah itu.

"Bisa menggunakan plastik sebagai pengganti tangki. Tetapi, biasanya yang bagus menggunakan plastik polyotilen. Kalau tak ada, bisa juga menggunakan galon air mineral," jelas Riesta.

Tangki atau plastik itu digunakan untuk menampung sampah-sampah organik (sampah yang mudah hancur). Dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai bioreaktor. Kemudian bioreaktor itu dilengkapi selang yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk menyalurkan gas yang dihasilkan. Selanjutnya, bagian dari bioreaktor itu diberi lubang untuk membuang limbah sampah yang tidak bisa dikonversi.

Untuk mendapatkan biogas yang diinginkan, bioreaktor (tangki) harus bersifat anaerobik. Menurut Riesta, tangki itu tak boleh ada oksigen dan udara yang masuk sehingga sampah-sampah organik yang dimasukkan ke dalam bioreaktor bisa dikonversi mikroba.

Dalam skala kecil, sampah rumah menghasilkan 1.000 liter sampah atau 300 kg sampah, sudah bisa menghasilkan sekitar 50-60 persen gas CH4, metan, dan sisanya karbon dioksida.

"Dalam satu bulan sudah bisa menghasilkan biogas. Jelas kalau sudah dimanfaatkan untuk kompor gas sudah bisa menghemat bahan bakar yang harganya cukup mahal," katanya.

Sementara sampah dari bioreaktor yang tidak bisa dikonversi dan berupa limbah dapat dimanfaatkan untuk kompos. Limbah kompos itu dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman.

Kotoran kerbau

Hal yang sama dilakukan kelompok mahasiswa yang tergabung dalam PPE ITB. Mereka tak sekadar pamer bagan-bagan bagaimana kerja bioreaktor yang menghasilkan gas metan dan CH4 di Gen-E Entrepreneurship Expo 2003. Mereka membuktikannya di Desa Marga Mulya, Pangalengan, Bandung.

Cara kerjanya, menurut mereka, tidak rumit dan tergolong sederhana. Para mahasiswa itu membuat steam reformer (bioreaktor) hanya dari plastik yang berbentuk silinder berdiameter 50 cm. Materi atau bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan gas metan dan CH4 berasal dari kotoran kerbau, karena memang penduduk Marga Mulya banyak yang memelihara kerbau dan sapi.

Kotoran kerbau sebanyak 100 kg yang ditampung di bioreaktor ternyata dalam waktu tidak kurang enam hari sudah bisa menghasilkan biogas. Biogas itu sudah dapat dimanfaatkan untuk kompor gas yang digunakan untuk berbagai keperluan.

Haris, salah seorang mahasiswa yang terlibat dalam proyek pembuatan biogas itu mengatakan, ternyata biogas dari kotoran kerbau itu bisa menghemat bahan bakar minyak. "Bahkan dari bioreaktor yang kami buat di Desa Marga Mulya, masyarakat setempat bisa menghemat minyak tanah hingga enam liter dalam sehari," jelasnya.

Sementara itu, limbah atau ampasnya dari bioreaktor itu yang tak bisa dikonversi masih tetap bisa dimanfaatkan. Selain untuk pupuk kebutuhan perkebunan, ampasnya bisa menghasilkan cacing tanah Rubellus rumbricus yang bisa menyuburkan tanah.

Sebenarnya dua tahun belakang Rubellus rumbricus sempat menjadi komoditi yang dicari-cari peternak cacing. Cacing Rubellus rumbricus disebut-disebut sebagai bahan untuk pembuatan obat. Sayangnya belakangan tren cacing tanah yang bisa dihasilkan dari ampas bioreaktor yang menghasilkan gasbio lenyap begitu saja. Selengkapnya...

Senin, 01 November 2010

Minum Racunku

Seorang pria yg sedang putus asa berdiam di bar selama satu setengah
jam cuma memandangi minumannya. Seorang pengemudi truk yg baru
datang langsung meneguk habis isi gelas itu. Si pria langsung menangis.
“Hei, jangan nangis, gitu, dong!” seru si pengemudi truk. “Aku cuma bercanda.
Aku beliin minuman lagi, deh!”


“Bukan, nggak usah. Hari ini merupakan hari terburuk dalam hidupku. Pertama,
aku telat ke kantor. Bosku marah besar dan aku dipecat. Ketika mau pulang,
ternyata mobilku dicuri orang. Trus, pas naek taksi, ternyata dompet dan kartu
kreditku ketinggalan di dalamnya. Sampai rumah, istriku tidur dengan tukang
kebun. Aku meninggalkan rumah dan datang ke bar ini. Dan pas aku berpikir
untuk mengakhiri hidupku, kau muncul dan meminum racunku.” Selengkapnya...

RODA MASA

Tuhan...
(aku ingin marah!
Lantas di mana celah
ketika langkah semakin lelah?)

Ada bisu yang dibekap mulut
Telah jauh hilang, kunci ditelan perut
Kian menyangsikan nyata dan hidup

Jika ia adalah roda yang berputar
Ia akan berjalan kemana?
Sedangkan jalan terbelah saat tanah bergetar
Mestinya nasib baik kan menanti pula
Apakah lampau juga kembali menemu?
Kebetulan itu, bukankah cerita semu?
Jika karma bertamu
Di mana letak peramu
Yang menawar segala takdir

Tuhan..
(Aku kian bisu mengeja doa
Ketika mengikuti roda yang berputar,
Aku tergilas di jalan yang tak datar)

Ada ruang rasa sempit
Sehingga roda,
Sebenarnya tak berputar
Atau roda yang tergeletak begitu saja
Dalam rasa yang menghimpit

Tuhan...
(Aku mengeja doa,
Yang tak kutahu asal mula dan ujungnya
Tapi rodaku
Seperti patah di suatu tempat)
Selengkapnya...

Senin, 18 Oktober 2010

Kisah Perjalanan yang Dinaungi Rasa Was-was

Perjalanan terasa sunyi senyap karena penumpang tidur,pak sopirpun mengencangkan laju kendaraannya.Sampailah di kota Solo.Setelah beberapa lama kemudian,bus tiba di Klaten yang sangat gelap,padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi hari,matahari terasa tertutup,jarak pandang bus kira-kira hanya 100 meter. Laju bus diperlambat sampai 50 km/jam,di jalanan tidak ada orng yang naik sepeda motor (karena mungkin masih dingin).
Perjalanan di Klaten terasa menakutkan bahkan sampai-sampai kita berencana untuk mengurungkan niat ke Jogja dan balik ke Surabaya karena suasana begitu gelap tertutup kabut tebal yang kami kira akibat dari merapi. Hati dag..dig..dug kalau Merapi meletus dan kami masih berada disana.Antara kebimbangan dan keyakinan tak terasa kita berdo'a agar dilindungi oleh Allah.Dan sampailah di Jogja sekitar pukul 08.30 dalam keadaan terang. Selengkapnya...

Kisah Perjalanan yang Dinaungi Rasa Was-was

      Perjalanan terasa sunyi senyap karena penumpang tidur,pak sopirpun mengencangkan laju kendaraannya. Sampailah di kota Solo.<span class="fullpost"></span> Selengkapnya...

Senin, 04 Oktober 2010

Balada Sebuah Tugas Statistik

Brakk!!…
Pintu terbuka dengan keras. Sepi. Tak ada siapa-siapa di dalam. Pasti, sebab, penghuni lain sibuk dengan aktivitas di tempat kerja masing-masing. Termasuk dia, kalau saja dia tidak teringat satu hal. Sungguh dia menyesal kenapa tidak menuruti nasihat orang-orang di sekitarnya. Ah, seandainya aku memasang alarm di ponselku. Seandainya aku menuliskan di papan. Seandainya aku…
Oh, mengapa aku mesti menjadi orang pelupa? Bukankah aku masih muda? Apa memang memori otakku terbatas? Aku ingat, otak punya memori yang sangat besar. Setidaknya, aku masih ingat beberapa hal yang aku lakukan di waktu kecil. Artinya, aku masih mampu merekam dengan baik kejadian 15 tahun lalu. Bukankah itu hebat. Tapi, mengapa aku lupa dengan semua tugas yang baru diberikan seminggu lalu? Orang bilang semua itu karena keteledoranku. Benarkah aku teledor?
Brak!!…
Nasib pintu kamar pun tak berbeda dengan pintu ruang depan. Terbuka dengan dorongan keras dan kasar, membuyarkan dialog yang berlangsung antara otak dan hatinya. Dengan napas memburu, tangannya mengobrak-abrik meja kayu penuh tumpukan kertas dan buku. Dia tak peduli dengan buku dan kertas yang barjatuhan akibat ulah kasarnya. Sesekali, matanya melirik jam di dinding kamar. Detik-detiknya terus berjalan, berputar mendorong menit demi menit terlewati. Detak jantungnya seolah ingin mengejar setiap detik yang terlewat cepat. Setiap detik yang selalu menambahkan butiran keringat di dahinya.
“Ah…! Akhirnya ketemu juga.” Desisnya sedikit lega. Sedikit, sebab, waktu yang dimiliki tidak banyak. Disekanya keringat yang semakin berkilat di kening untuk mengurangi kegugupan yang terlalu lama menemani. Dipandanginya tulisan di kertas yang sedang dipegangnya. Terbayang di kertas itu seorang dosen killer berkumis lebat dengan sorot mata tajam ingin menelannya bulat-bulat. Siapa yang mau berurusan dengan dia lagi? Mengumpulkan tugas tepat waktu saja masih mendapat omelan dan sanksi kalau penulisannya tidak sesuai dengan keinginannya. Apalagi kalau telat mengumpulkan? Dan, aku? Dani mencoba mengingat-ingat. Selalu telat mengumpulkan tugas. Alasannya pun bisa ditebak oleh semua orang. LUPA!
“Oh, Tuhan!” dia menepuk jidat dengan keras. Dia segera tersadar dengan masalah yang menerornya. “Bukankah semua jawaban ini ada di buku Statistika. Dan, bukuku… di mana bukuku??”
Dia empaskan pantatnya di kasur. Kedua tangan pucat itu meremas-remas rambutnya dengan kuat. “Sialan si Roni!” kutuknya kesal. Dengan gusar dia menekan keypad ponsel. Mulutnya mengerucut, dahinya berkerut. Mendengarkan nada ponsel yang hanya berbunyi tut..tut…, Dicobanya sekali lagi.
Tuu…ut. Tuu..ut. Tuu..ut. “Halo!? Eh, Dani. Ke mana pula kau, kok nggak nongol di kampus? Kita lagi…” Tak sempat suara di sebrang meneruskan kalimatnya.
“Heh! Mana buku statistiknya! Pinjem buku jangan ngawur dong! Masak yang punya belum ngerjain tugas, masih belom dibalikin. Aku tunggu di rumah sekarang! Bawa buku statistik itu!”
“Hei..! Hei..! Kapan pula aku pinjam bukumu, hah?! Melihatnya pun aku tak pernah!”
“Kapan kau bilang? Siapa yang merengek-rengek minggu lalu setelah kuliah statistik berakhir? Siapa? Emang kucing?!”
“Benar-benar payah kau Dan! Rupanya, kau semakin tua hingga penyakit lupamu kian parah. Ingat-ingatlah yang bener! Atau, jangan-jangan sudah saatnya kau masuk RSJ, biar sembuh. Ha ha ha… !” Klik! Sambungan diputus.
Dani memandingi ponselnya kesal. Dipencetnya sekali lagi nomor Roni.
Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang… Klik! Ponsel terlempar di atas bantal. Dia rebahkan badannya. Hatinya melemparkan ratusan kutukan untuk Roni. Dani duduk di tepi dipan. Menatap meja belajarnya yang tak pernah rapi. Kertas-kertas berserakan memenuhi meja. Buku-buku tak lagi berdiri tegak karena buku di bagian tengah deretan diambil Dani. Dia pun membiarkan buku-buku di sebelahnya ambruk. Sebagian buku itu tampak hampir tidur tertumpuk buku lain di sebelah kirinya. Pasti buku yang seharusnya mengisi dan menyangga buku di sebelah kiri sangat tebal. Oh! Bukankah buku paling tebal miliknya hanya satu! Ya, hanya satu! Dan….
Aha…! Aku ingat sekarang. Aku baru mengambilnya dua hari lalu. Yaitu, ketika akan mengerjakan tugas, namun gagal karena diminta Ayah untuk menemani ibu belanja. Lalu… Lalu… Aaahh! Kepalan tangannya meninju telapak tangan kiri dengan gemas.
Dani mencoba mengingat siluet kejadian demi kejadian. Buntu! Dia lupa di mana meletakkan buku statistiknya. Kembali dia menatap jam dinding. Tak ada pilihan. Aku harus mengerjakannya sekarang meski tanpa buku statistik itu.
Dengan gontai dia menuju meja belajar. Sedikit malas, tangannya mengumpulkan kertas yang memenuhi meja. Kertas-kertas terkumpul dan dipindahkan ke lantai pojok kamar. Dipandanginya meja yang kini bebas dari kertas. Ada perasaan nyaman. Namun, ada sesuatu yang dirasa masih kurang. Yah, mejanya belum bersih benar. Ada beberapa kertas yang terjepit antara tepi meja dengan dinding. Dani mencoba menarik beberapa kertas. Tapi, terasa sangat sulit. Dani menarik meja agar menjauh dari tembok.
Brak!!.. Sebuah benda terjatuh dengan berat. Kepala Dani melongok ke bawah meja. “Yess!!.. akhirnya kutemukan buruanku.”
Suasana kampus agak lengang dari biasanya. Begitu juga kantin. Dani menyeruput juice avokad yang menjadi kesukaan. Tak banyak anak berkeliaran. Ditatapnya jam yang tergantung di dinding kantin. Masih ada seperempat jam untuk menyegarkan hari dengan segelas juice dan semilir angin yang menerobos kantin pelan-pelan.
“Di sini rupanya kau, Dan.” Sebuah tepukan keras dirasakan pundak kanan Dani. Sebenarnya tanpa menoleh pun, Dani tahu siapa yang sedang berbicara. Siapa tak kenal logat batak yang medok itu?
“Lo sendiri?”
“Bah! Aku? Tentulah aku mau pulang. Buat apa panas-panas begini berlama-lama di kampus?”
Mulut Dani melepas sedotannya perlahan.
“Pulang?”
Laki- laki di depannya mengangguk mantap.
“Trus, tugas statitiskmu?”
“Tugas statistik?” Roni berpikir sejenak. Tak lama kemudian, meledaklah tawanya.
“Ha…ha…haaa…” Buru-buru mulutnya bungkam ketika beberapa pasang mata menatapnya. Atau, lebih tepat melotot ke arahnya.
“Dan…Dan… tahulah aku sekarang kenapa tak masuk kuliah kau tadi. Itu juga yang membuatmu marah-marah padaku, kan?” Roni mendekatkan wajahnya yang penuh jerawat batu ke wajah Dani. Kemudian, punggung tangannya ditempelkan ke kening Dani.
“Hmm… Rupanya, kau benar-benar harus ke RSJ,” ucapnya pelan. “Ingatanmu semakin payah.”
“Eh, apa-apaan lo? Aku bicara soal statistik, bukan masalah penyakit lupaku! Dasar bloon!”
“Ya, ya. Kau tunggu saja sampai mabok, takkan pernah Pak Naryo datang menemuimu.”
“Maksudnya?”
“Karena memang tugas statistik itu baru dikumpulkan minggu depan. Karena hari ini Pak Naryo masih di luar negeri. Bukankah itu yang disampaikan sebelum kuliah statistik berakhir minggu lalu. Begitu mudahnya kau melupakan itu teman?”
“Jadi?”
“Jadi, sebaiknya pergilah kau segera ke dokter jiwa. Ha…haa.. ha..”
Roni pun berlalu meninggalkan Dani bersama juice avokadnya. Selengkapnya...

Cerita di Balik Bukit Senja

          Senja itu telah berlalu, tetapi Dinda masih berada di sana, menunggu sosok yang selama ini dia rindukan. Ia pandangi bukit senja itu, namun tak jua ia dapati apa yang ia tunggu-tunggu. Hingga senja merambat tua, ia belum juga beranjak, ia masih berdiri dan mematung. Bahkan sepertinya ia tidak mendengar seruan dari balik surau di bawah lereng bukit itu, sebuah seruan agar segera menunaikan kewajiban pada-Nya.
           “Dinda, jangan berdiri di sana terus, ayo kita ke mushola.” Ajak seorang perempuan renta yang ia panggil nenek. “Iya, nek.” Jawabnya singkat. Lalu ia berlari menyusuri lereng … Selengkapnya...

Liburanku

          Liburanku nggak terlalu mengasyikkan karena tidak begitu banyak kegiatan. Aku agak terlalu sebel sih...sebenarnya, karena aku cuman di rumah dan disuruh-suruh sama ibu. Sebenarnya aku sebel banget soalnya liburan-liburan suruh masuk sekolah untuk mengikuti kegiatan sekolah dan sebetulnya aku malas banget buat pergi ke sekolah. Selengkapnya...